Umar
bin Khattab, Sang Khalifah
Pada
jaman jahiliyyah, Umar bekerja sebagai seorang agen pedagang. Shibli—seorang
ahli biografi—menuturkan bahwa pada masa mudanya, Umar bekerja menggembalakan
unta-unta. Sebelum Umar memeluk Islam, Umar adalah seorang musuh Nabi Muhammad
yang sangat sengit permusuhannya.
Ada
beberapa gelintir sejarawan yang mengatakan bahwa Umar itu adalah seseorang
yang sangat kuat dan berpengaruh di masanya dan ketika ia memeluk Islam maka
para penyembah berhala pun merasa takut dan terancam nyawanya. Akan tetapi ini
tampaknya hanya mitos saja yang bertolak belakang dengan fakta-fakta sejarah
yang ada dan sangat kuat.
Ketika
Umar masuk Islam, para penyembah berhala itu tetap saja tidak masuk Islam dan
tidak merasa harus masuk Islam. Tidak ada yang berubah. Malah Nabi Muhammad
sendiri yang harus terusir dari rumahnya. Beliau dengan sanak keluarganya dari
klan Bani Hasyim, diasingkan di sebuah lembah (yang dikenal dalam sejarah
sebagai Lembah Abu Thalib, Syi’ib Abu Thalib). Tiga tahun lamanya Rasulullah
beserta klan Banu Hasyim (yang pada waktu itu tidak semau menganut Islam)
menghabiskan waktu kurang lebih 3 tahun lamanya dalam lembah pengasingan itu.
Selama kurun waktu tersebut, nyawa Rasulullah sangat terancam setiap siang dan
malam.
Selama
kurun waktu yang hampir sama dengan 1000 hari itu, Umar bin Khattab—beserta
kaum Muslimin lainnya yang ada di kota Makkah—sama sekali tidak berbuat
apa-apa. Tidak menolong dan tidak mengulurkan bantuan sedikitpun. Hanya menyaksikan
berbagai kejadian pahit yang dialami dan yang bakal terjadi pada tuannya itu
dari kejauhan.
Umar—juga
Abu Bakar dan kaum Muslimin awal lainnya—tidak mencoba untuk mengakhiri
penderitaan Rasulullah dan klan Bani Hasyim. (LIHAT: KETIKA NABI DITOLONG 5 ORANG
NASRANI, DIMANAKAH GERANGAN PARA SAHABAT NABI? (Peristiwa di Syi’b Abu Thalib)—red)
Muhammad
al-Mustafa (SAW) mempersaudarakan kaum Muslimin yang berasal dari kota Madinah
dan kota Mekah. Di kota Mekah, Umar
“dipersaudarakan” dengan Abu Bakar. Sementara ketika di Madinah, Umar
“dipersaudarakan” dengan Utban bin Malik. Sementara itu, Rasulullah (SAW)
memilih Ali bin Abi Thalib untuk “dipersaudarakan” dengan dirinya sendiri baik
di kota Mekah maupun di kota Madinah.
Pada
tahun 3H, puteri dari Umar bin Khattab dinikahkan kepada Rasulullah (SAW).
Umar
bin Khattab menurut sejarah yang sangat dipercaya, selalu menjadi orang yang
melarikan diri dari peperangan. Ia melarikan diri dari Perang Uhud (Lihat:
Baladzuri). Umar sendiri bahkan yang berkata bahwa ia memang melarikan diri
dari perang itu. Dalam Kitab Dzurul Mantsur karya Jalaluddin As-Suyuti
(sejarawan Sunni), ia disebutkan pernah berkata:
“Ketika kaum Muslimin kalah di
Perang Uhud, aku lari ke gunung.”
Dalam
peristiwa Perang Khaybar dimana kaum Muslimin mengepung benteng Khaybar, Umar
ingin melakukan upaya heroik dengan menyerang benteng Khaybar itu, akan tetapi
ia gagal total.
Umar
juga termasuk dari begitu banyak sahabat Nabi yang melarikan diri dari Perang
Hunayn. Abu Qatadah—salah seorang sahabat Nabi—berkata:
“Di Hunayn, ketika pasukan
Muslimin melarikan diri, aku juga ikut melarikan diri. Dan aku lihat Umar
bersama yang lainnya juga.”
(LIHAT: Bukhari dan Kitabul-Maghazi).
Pada
tahun 8H, Rasulullah (SAW) mengutus Umar sebagai seorang prajurit bersama para
prajurit lainnya di bawah kepemimpinan Amr bin Aas untuk pergi dalam sebuah
misi dakwah ke Dhatus Salasil.
Sementara
pada tahun 11H, Rasulullah (SAW) membentuk sebuah ekspedisi ke Syria dan beliau
(SAW) menunjuk Usama bin Zayd bin Haritsa sebagai jenderal pasukan. Rasulullah
(SAW) memerintahkan Umar bin Khattab untuk menjadi seorang prajurit biasa saja
di dalam pasukan yang dipimpin oleh Usamah yang masih sangat belia itu.[1]
Meskipun
Umar sudah menghabiskan waktu lebih dari 18 tahun lamanya bersama Muhammad
al-Mustafa (SAW), tampaknya Muhammad al-Mustafa (SAW) tidak pernah menunjuknya
untuk sebuah jabatan yang sangat penting di masa hidupnya—baik itu jabatan di
pemerintahan sipil, apalagi jabatan penting di militer.
Ketika
Rasulullah (SAW) sedang terbaring sakit dan menjelang wafatnya, Rasulullah (SAW)
memerintahkan para sahabatnya untuk membawakannya sebuah pena dan tinta serta
selembar kertas agar beliau bisa mendiktekan surat wasiatnya; akan tetapi pada
waktu itu Umar mencegah hal itu agar tidak terjadi. Umar tidak membiarkan
Rasulullah mendiktekan wasiat terakhirnya[2].
Pada
upacara pemakaman Rasulullah (SAW) yang mulia, Umar bin Khattab sama sekali
tidak tampak batang hidungnya. Ia memilih untuk bertarung melawan kaum Ansar
(yang tentu saja Muslim) di sebuah balairung yang bernama Saqifah. Ketika
pertikaian memperebutkan kekhalifahan itu berlangsung, Rasulullah (SAW) sedang
dimakamkan oleh para keluarga terdekat dan para sahabat lainnya yang jauh lebih
setia.
Umar
bersama Abu Bakar sedang memperebutkan jabatan khalifah. Umar menjadi
KING-MAKER atau CALIPH-MAKER untuk Abu Bakar. Ketika Abu Bakar memerintah
inilah Umar menjadi penasihat utamanya.
Kaum
Bani Umayyah itu sejak dulu menjadi musuh abadi dari keluarga Rasulullah (SAW)
yaitu keluarga Bani Hasyim. Mereka sejak dulu menjadi para penyembah berhala.
Muhammad (SAW) berhasil melumpuhkan kekuatan Bani Umayyah ini akan tetapi pada
masa pemerintahan Umar, Umar menghidupkan kembali kekuatan Bani Umayyah ini. Sebagai
pemerintah yang mendapatkan kekuasaannya dari hasil pertikaian di Saqifah, Umar
mengembalikan kekuasaan-kekuasaan Bani Umayyah. Ia memberikan kekuasaan atas
wilayah Syria kepada kelompok Bani Umayyah. Umar menjadikan keluarga Bani
Umayyah sebagai keluarga pertama yang memiliki kekuasaan kerajaan.
Seorang
pelajar sejarah di masa sekarang ini mungkin saja sudah menemukan alasan-alasan
yang bisa dijadikan untuk membela tingkah laku para sahabat Rasulullah (SAW) di
masa lampau yang sangat membingungkan dan sangat mengherankan kita. Seorang mahasiswa
jurusan sejarah bisa dengan jelas juga melihat pertikaian antara realita
sejarah yang kuat dan jelas dengan khayalan tentan kesempurnaan akhlak para
sahabat Nabi. Perbedaannya terasa sangat mencolok.
Apabila
ia—sebagai mahasiswa yang sedang mempelajari sejarah Islam—menginginkan kebenaran
di balik cerita-cerita itu, maka ia mau tidak mau harus mengesampingkan kisah-kisah
yang menyanjung-nyanjung para sahabat itu dan lebih memfokuskan diri pada fakta
dan data sejarah yang lebih ilmiah dan condong pada kebenaran.
Serial 2: Peristiwa-peristiwa penting pada masa rezim pemerintahan Umar
Serial 3: Kebijakan Pemerintahan Umar untuk kaum Sipil dan Militer
Serial 4 : Penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab
Serial 5 : Apakah agama berperan dalam sejumlah ekspansi wilayah?Serial 2: Peristiwa-peristiwa penting pada masa rezim pemerintahan Umar
Serial 3: Kebijakan Pemerintahan Umar untuk kaum Sipil dan Militer
Serial 4 : Penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab
Serial 6 : Hari-hari terakhir dari kehidupan Umar bin Khattab
[1]
Rupanya usia Umar bin Khattab sama sekali tidak menjadi keutamaan yang bisa
menjadikan dirinya untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi (pen.).
[2]
Padahal kalau ada narapidana mati yang hendak menjalani hukuman mati, ia
diberikan haknya untuk meninggalkan wasiat kepada yang akan ditinggalkannya.
Ini bukan narapidana, ini Rasulullah yang mulia, akan tetapi Umar menghalangi
orang yang teramat mulia ini agar tidak berwasiat pada yang ditinggalkannya
(pen.).
Comments